Rizki Nurmansyah SuaraJakarta.idGereja Santo Laurensius Alam Sutera Serpong merupakan salah satu gereja terbesar dan megah di Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Di balik kemegahannya itu, ada cerita menarik soal toleransi beragama.

Terutama saat puasa Ramadhan saat ini. Itu lantaran, dari 31 pegawai yang ada sekira 12 orang diantaranya merupakan muslim.

Meski bekerja di lingkungan gereja, mereka tetap menjalankan puasa Ramadhan seperti biasa. Tak ada pelarangan apapun yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah mulai dari sholat hingga tadarus Al-Quran. Sikap toleransi beragama pun terbangun erat.

Dari belasan pegawai muslim di Gereja Santo Laurensius Tangsel itu, salah satunya adalah Firda Silvina. Dia sudah bekerja hampir dua tahun sebagai petugas kebersihan.

Silvi bercerita menjalankan puasa di lingkungan gereja sama saja seperti di tempat kerja lainnya. Justru dia terkesan dengan toleransi yang ada.

"Menjalankan puasa di sini sama kayak di rumah atau di mana-mana. Di sini tidak ada perbedaan sama seperti di tempat kerja lain. Bahkan di sini itu toleransi antar agama itu benar-benar terjaga. Nggak ada larangan apapun. Contohnya seperti saya. Saya menggunakan hijab dan nggak ada larangan. Hijab ini sebagai tanda bahwa saya muslim dan bekerja di gereja Katolik ini," katanya mulai bercerita kepada SuaraJakarta.id ditemui, Sabtu (17/4/2021).

 

Firdia Silvina, pegawai muslim yang bertugas sebagai petugas kebersihan di Gereja Santo Laurensius Alam Sutera, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), saat ditemui Sabtu (17/4/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]
Firda Silvina, pegawai muslim yang bertugas sebagai petugas kebersihan di Gereja Santo Laurensius Alam Sutera, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), saat ditemui Sabtu (17/4/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

 

Silvi dalam waktu normal bekerja dari sekira pukul 07.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Sejak adanya pandemi Covid-19, dia dan para pegawai lainnya bisa pulang lebih awal pukul 14.00 WIB.

Untuk melaksanakan sholat dan tadarus Al-Quran, dia dan pegawai muslim lainnya diberi ruangan khusus. Hal itu lantaran tak bisa sembarang tempat di gereja bisa jadikan tempat sholat.

"Kalau misalnya aktivitas agama muslim di gereja itu nggak masalah. Kayak kita mau sholat, ngaji, dan lainnya boleh. Tapi tidak bisa disembarang tempat. Karena kita juga nggak bisa berdoa kalau ada tanda-tanda (salib) itu di sini. Jadi milih-milih tempat. Buat sholat kita dikasih satu ruangan khusus. Biasanya itu juga dipakai sama umat muslim lain yang berkegiatan di gereja. Bersih, nyaman juga," papar Silvi.

Silvi menceritakan awalnya sempat mengalami pergolakan batin. Dia tak menyangka akan bekerja di sebuah gereja.

Terlebih, ia belum pernah sama sekali masuk ke dalam gereja dan sehari-hari terbiasa berhijab. Sehingga, terasa aneh baginya ketika bekerja di tempat ibadah umat lain.

"Awalnya iya ada perasaan, kayak 'gue nggak pernah ke geraja. Karena tuntutan kerja gue harus ada di gereja'. Itu awal-awal mungkin sampai tiga bulan. Masih nggak nyangka dan nggak nyaman sih sebenarnya. Karena di sini berhubungan langsung sama umat non-muslim," tuturnya.

Silvi juga sempat mendapat ejekan dari temannya saat awal bekerja di Gereja Santo Laurensius. Namun ejekan itu tak dipedulikannya. Dia tetap bertahan.

"Kalau dari keluarga alhamdulillah aman. Dari teman kadang ada usilan-usilan atau ejekan. Tapi kembali lagi ke saya, saya kerja itu buat diri saya bukan buat mereka. Toh kalau ikutin apa kata mereka juga, mereka nggak biayain saya," tegasnya.

Cewek berkacamata itu juga mengaku, saat awal bekerja, hampir semua karyawan yang non-muslin dan umat yang akan beribadah bertanya lantaran merasa heran memakai hijab tapi bekerja di gereja.

"Hampir semua pada nanya, 'Kenapa kamu mau kerja di sini? Padahal pakai kerudung'. Saya jawab, 'karena saya muslim wajar kalau pakai hijab'. Gitu aja. Paling ada pertanyaan lain 'gimana kamu kerja di sini nyaman atau nggak?' Waktu awal hampir semua pada nanya," kata Silvi menirukan perkataan orang yang menanyainya.

 

Firdia Silvina, pekerja muslim yang bertugas sebagai petugas kebersihan di Gereja Santo Laurensius Alam Sutera, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), saat ditemui Sabtu (17/4/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]
Firda Silvina, pekerja muslim yang bertugas sebagai petugas kebersihan di Gereja Santo Laurensius Alam Sutera, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), saat ditemui Sabtu (17/4/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

 

Seiring berjalannya waktu, wanita berusia 23 tahun itu akhirnya mulai terbiasa. Mendapat sikap ramah dari karyawan lain, pastur hingga dewan paroki gereja, membuatnya betah bekerja.

"Tapi sekarang sudah nyaman kerja di sini. Karena karyawannya, pasturnya, dewan parokinya, semuanya. Di sini nggak ada yang beda-bedain kita muslim mereka katolik itu nggak ada seperti itu. Dari situ akhirnya mulai merasa nyaman," ucapnya sambil bersyukur.

Sebagai petugas kebersihan, Silvi bertugas membersihkan seluruh area bagian Gereja Santo Laurensius yang terbagi dalam tim. Dia pun sudah terbiasa membersihkan altar ibadah serta patung-patung yang ada di dalam gereja.

Pegawai muslim lainnya, Warsih mengatakan, menjalani puasa Ramadhan di lingkungan gereja tak jauh berbeda dengan di rumah. Tak ada larangan apapun. Aktivitas sholat dan mengaji tetap diperbolehkan.

Warsih sudah 7 tahun bekerja sebagai petugas kebersihan di gereja megah bak istana itu.

"Puasa di gereja biasa aja, karena emang sudah biasa. Nyaman-nyaman aja," katanya sambil memegang sapu lidi di halaman gereja.

Senada diungkapkan pegawai muslim lainnya, Ismail. Pria 50 tahun itu menuturkan, selama Ramadhan, pihak gereja memaklumi pegawaian yang dilakukan tidak terlalu ekstra.

"Seperti biasa aja di rumah, dalam lingkungan karyawan juga seperti keluarga, nggak ada perbedaan. Pihak gereja juga mengerti kita lagi puasa, sampai Romo-nya pun memahami kalau kita lagi puasa. Dia tak terlalu menekan pegawaian, kerjain aja semampunya," katanya usai memetik daun kemangi.

 

Ismail, pegawai muslim yang bertugas sebagai petugas kebersihan di Gereja Santo Laurensius Alam Sutera, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), saat ditemui Sabtu (17/4/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]
Ismail, pegawai muslim yang bertugas sebagai petugas kebersihan di Gereja Santo Laurensius Alam Sutera, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), saat ditemui Sabtu (17/4/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

 

Sama seperti Silvi, saat awal bekerja, Ismail sempat merasa canggung dan bingung. Lantaran lingkungan kerjanya merupakan tempat ibadah agama lain.

"Awalnya memang kita bingung. Karena saya muslim bekerja di lingkungan gereja. Saya melakukan ibadah selana Ramadhan juga bingung, takutnya ada salah paham bahwa masalah agama dibawa ke lingkungan gereja. Ternyata, nyatanya enggak seperti yang dibayangkan. Kita sama-sama mengetahui, kalau Ramadhan ya sama-sama menghargai," ungkapnya yang memakai ikat kepala dari kain sorban itu.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Paroki Gereja Katolik Santo Laurensius Tangsel, Fransiskus Hartapa menuturkan, pihaknya tidak pernah mempersoalkan aktivitas puasa yang dijalankan pegawai muslim di tempatnya.

"Untuk yang muslim ya enggak masalah, mereka tetap bisa menjalankan ibadahnya, sholat dan sebagainya secara bebas. Monggo, itu ibadah masing-masing. Bahkan kita saling mengingatkan kalau waktunya sholat dan waktu Jumatan pun di suruh Jumatan," katanya.

 

 
Gereja Santo Laurensius Alam Sutera, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Sabtu (17/4/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]
Gereja Santo Laurensius Alam Sutera, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Sabtu (17/4/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

 

Bahkan, kata Hartapa, menjelang Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran, biasanya ada beberapa umat yang membawa bingkisan THR dan memberikan kepada para pegawai muslim di sana.

"Sejak saya di sini pada 2007, kalau tiga minggu puasa itu biasanya banyak umat yang bawa bingkisan THR untuk para pegawai. Kalau saya perhatikan setiap tahunnya selalu begitu, kemungkinan tahun ini juga akan begitu," pungkasnya.

Kontributor : Wivy Hikmatullah

Diterbitkan di Berita
SERANG, KOMPAS.com - Wali Kota Serang Syafrudin mengatakan, penutupan rumah makan dan sejenisnya pada siang hari selama bulan Ramadhan adalah hasil kesepakatan bersama dari Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Serang.
Menurut Syafrudin, penutupan rumah makan dilakukan untuk menghargai umat Islam menjalankan ibadah puasa. "Itu (aturan) sudah kesepakatan bersama Forkopimda , MUI, Kemenag.
 
Memang kami menyadari di Kota Serang (masyarakatnya) bukan muslim saja, ada agama lain. Tapi itu tidak bisa tawar lagi," kata Syafrudin kepada wartawan, Jumat (16/4/2021).
Kalau pun ada masyarakat tak setuju, seperti non muslim atau wanita hamil dengan edaran yang dikeluarkan oleh Pemkot Serang, Syafrudin meminta untuk menghormatinya.
 
"Iya kan bisa saja makan di rumah, dan intinya saling menghargai, terutama orang yang puasa," ujar Syafrudin.
Terkait sanksi bagi pengelola restoran, rumah makan, kafe yang nekat beroperasi, Syafrudin  mengakui sudah ada aturannya di Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 tahun 2010. "Yang menjalankan itu Satpol PP, silakan ke Kasat, ya," ucap Syafrudin.
 
Kepala Bidang Penegakan Produk Hukum Daerah (PPHD) Satpol PP Kota Serang Tb Hasanudin mengatakan, sanksi tegas bagi rumah makan yang tetap buka di siang hari tertuang di Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 tahun 2010 pasal 10 dan pasal 21.
Perda tentang pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat itu mengatur sanksi bahwa bagi pelanggar dikenai hukuman badan 3 bulan penjara dan denda Rp 50 juta.
 
"Bilamana masih melaksanakan, masih buka, masih melayani di siang hari, maka itu akan dikenai sanksi. Sanksinya pidana bisa berbentuk sanksi kurangan badan kurang lebih tiga bulan, dan sanksi uang maksimal 50 juta," kata Hasanudin.
Dijelaskan Hasanudin, tindakan tegas itu sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 tahun 2010 pasal 10 dan pasal 21 ayat 4. "Kalau ada rumah makan yang buka, akan kami sita alat masaknya, atau mungkin kompornya.
 
Saat ini masih sosialisasi, ke depannya kalau ada yang buka akan ditindak," ujar Hasanudin.


Penulis : Kontributor Serang, Rasyid Ridho
Editor : Farid Assifa

Diterbitkan di Berita

Jakarta (Kemenag) ---- Juru Bicara Kementerian Agama Abdul Rochman menilai kebijakan Pemerintah Kota Serang, Banten, yang melarang restoran, rumah makan, warung nasi, dan kafe berjualan di siang hari selama Ramadan sangat berlebihan. Menurut dia, hal ini jelas membatasi akses sosial masyarakat dalam bekerja atau berusaha, apalagi keberadaan rumah makan di siang hari juga dibutuhkan bagi umat yang tidak berkewajiban menjalankan puasa.

“Kebijakan ini tidak sesuai dengan prinsip moderasi dalam mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, dan cenderung berlebih-lebihan,” tandas Adung, sapaannya, di Jakarta, Kamis (15/4/2021).

Dia menegaskan larangan berjualan yang tertuang dalam kebijakan tersebut diskriminatif dan melanggar hak asasi manusia terutama bagi orang atau umat yang tidak berkewajiban menjalankan puasa Ramadan, aktivitas pekerjaan jual beli, dan berusaha.

Secara hukum, lanjut Adung, Himbauan Bersama tersebut juga bertentangan dengan peraturan di atasnya. Yaitu, bertentangan dengan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

“Saya harap ini bisa ditinjau ulang. Semua pihak harus bisa mengedepankan sikap saling menghormati. Bagi mereka yang tidak berpuasa, diharapkan juga bisa menghormati yang sedang menjalankan ibadah puasa. Sebaliknya, mereka yang berpuasa agar bisa menahan diri dan tetap bersabar dalam menjalani ibadah puasanya,” kata Adung, yang juga Staf Khusus Menteri Agama ini.

Seperti diketahui, Pemerintah Kota Serang, Banten, melarang restoran, rumah makan, warung nasi, dan kafe berjualan pada siang hari selama bulan Ramadan. Hal ini tertuang dalam Himbauan Bersama Nomor 451.13/335-Kesra/2021. Kebijakan kontroversial ini menimbulkan protes masyarakat karena dianggap melanggar hak asasi manusia.

Diterbitkan di Berita

VIVA - Salah satu peninggalan penting dalam sejarah penyebaran Islam di Pulau Jawa adalah Masjid Menara Kudus. Masjid yang terletak di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, tersebut dibangun oleh Syekh Jafar Sodiq atau Sunan Kudus pada 1549 M.

Di masjid tersebut terdapat menara setinggi 18 meter yang berarsitektur Hindu Jawa. Ketika Sunan Kudus berdakwah, ia memadukan tradisi Islam dan Hindu serta Budha agar dapat diterima masyarakat.

Menara yang menjadi ciri khas masjid tersebut menjadi tempat mengumandangkan adzan. Di bulan Ramadhan ini, ada tradisi yang dilakukan di atas menara yaitu tabuh bedug. Tradisi tersebut menandakan awal Ramadhan.

Banyak peziarah yang setiap tahun mengunjungi Masjid Menara Kudus untuk menyaksikan tradisi tabuh bedug. Namun, di masa pandemi ini, jumlah peziarah yang datang tidak seramai tahun-tahun sebelumnya.
 

Lihat video selengkapnya di bawah ini.

 

 

 

Diterbitkan di Berita

Dian Utoro Aji - detikFood Kudus - Selain punya soto dan sate yang enak. Di bulan puasa kompleks Masjid, Menara dan Makan Sunan Kudus juga sajikan makanan unik, intip ketan dan puli kotokan.

Yayasan Masjid, Menara, dan Makam Sunan Kudus menggelar tradisi tabuh beduk blandrangan menyambut awal bulan Ramadhan. Uniknya saat acara tersebut tamu undangan disuguhkan makanan khas Kudus, seperti intip ketan hingga makanan puli kotokan.

Suguhan makanan khas menyambut Ramadhan itu disajikan di halaman kompleks Masjid, Menara, dan Makam Sunan Kudus, Senin (12/4). Terdapat tiga menu makanan khas dan suguhan air minum. Makanan khas itu terdiri dari dua makanan pecel meniran dan puli kotokan serta jajanan pasar meliputi apem, pisang, dan intip ketan.

  
Awal Ramadhan Intip Ketan dan Puli Kotokan Disajikan di Kompleks Menara Kudus
Awal Ramadhan Intip Ketan dan Puli Kotokan Disajikan di Kompleks Menara Kudus Foto: Dian Utoro Aji/detikFood

 

Tamu undangan pun berkesempatan untuk menikmati kuliner khas tersebut. Salah satu warga Dewi Mustikasari mengatakan baru pertama kali mengikuti kuliner khas tersebut. Dia mengaku sebelumnya sempat mencicipi intip ketan. Setelah mencicipi, menurutnya rasanya enak dan gurih.

"Baru pertama kali ya, ini tadi nyicipi intip ketan. Rasanya enak, renyah, ada rasa khas sendiri," kata Dewi saat ditemui di lokasi sore tadi.

Ketua Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus Muhammad Nadjib Hassan mengatakan saat tradisi tabuh bedug blandrangan biasanya masyarakat berbondong-bondong datang ke Menara Kudus. Saat itu juga terdapat berbagai macam kuliner khas menyambut awal bulan Ramadhan.

Awal Ramadhan Intip Ketan dan Puli Kotokan Disajikan di Kompleks Menara Kudus
Awal Ramadhan Intip Ketan dan Puli Kotokan Disajikan di Kompleks Menara Kudus Foto: Dian Utoro Aji/detikFood

 

"Dulunya masyarakat berbondong-bondong menunggu kapan satu Ramadhan. Lha masyarakat ada yang jual beli, ada jajan yang dalam rangka menyambut satu awal bulan Ramadhan yang khas," terang Nadjib saat ditemui di lokasi sore tadi.

Nadjib mengatakan ada sejumlah menu khas yang disajikan saat tradisi tabuh beduk tersebut. Di antaranya intip ketan, puli kotokan, pecel meniran, hingga jajanan apem.

"Paling pokok intip ketan, puli kotokan, pecel meniran. Kemudian jajan apem, apem itu artinya mohon maaf. Yang ikuti masyarakat Kauman dan aktivis di sini. Ini baru pertama kali formal (digelar secara formal)," ungkapnya.

 

Awal Ramadhan Intip Ketan dan Puli Kotokan Disajikan di Kompleks Menara Kudus
Awal Ramadhan Intip Ketan dan Puli Kotokan Disajikan di Kompleks Menara Kudus Foto: Dian Utoro Aji/detikFood

 

Terpisah, panitia konsumsi Umiayati mengatakan ada dua makanan yang disajikan yakni pecel meniran dan puli kotokan. Menurutnya makanan tersebut merupakan khas dari Kudus kulon (barat). Terutama disajikan saat menyambut awal bulan Ramadhan.

"Namanya pecelmeniran, itu yang dibuat dari nasi, sama kelapa muda terus dituangkan satu-satu lalu dikukus. Lalu membuat pecelnya itu khas daun semanggi,kecipir, dan kecambah dikasih tahu putih itu masakan Jawa. Sejak dulu kala sudah ada, tradisional ada itu di Kudus kulon. Terutama saat kegiatan awal Ramadhan," jelas Umi ditemui di lokasi sore tadi.

 

Awal Ramadhan Intip Ketan dan Puli Kotokan Disajikan di Kompleks Menara Kudus
Awal Ramadhan Intip Ketan dan Puli Kotokan Disajikan di Kompleks Menara Kudus Foto: Dian Utoro Aji/detikFood

 

Intip atau kerak nasi umumnya jadi camilan di Jawa Tengah. Sementara intip ketan atau kerak ketan merupakan beras ketan yang dikukus kemudian dicampur kelapa parut. Dimasak dengan dipipihkan di atas wajan dan dipanggang hingga kering atau renyah.

Sedangkan untuk makanan nasi jangkrik tahun ini ditiadakan. "Lalu untuk jajanan pasar seperti apem, intip ketan, makanan khas menghadapi Ramadhan itu istilahnya ruwahan. Makanan tradisional intip ketan itu pasti ada," jelasnya.

"Apem biasanya untuk ruwahan, intip ketan menjelang puasa dijual. Adanya setiap setahun sekali ada setiap ada tradisi ini, di sekitar Menara Kudus," tambah Umi.


(sob/odi)

Diterbitkan di Berita

VOA Indonesia

Presiden Amerika Joe Biden dan Ibu Negara Jill Biden Senin sore (12/4) menyampaikan ucapan selamat menjalankan ibadah bulan suci Ramadan kepada seluruh komunitas Muslim di Amerika dan di seluruh dunia.

Biden merujuk kondisi pandemi yang membuat begitu banyak keluarga menjalankan ibadah puasa “tanpa orang-orang yang mereka cintai.”

"Namun, komunitas Muslim kita memulai bulan turunnya wahyu dengan harapan baru. Banyak yang meningkatkan kesadaran mereka dengan kehadiran Tuhan dalam kehidupan mereka, memastikan kembali komitmen untuk melayani orang lain yang didorong oleh keimanan mereka, dan menunjukkan rasa syukur atas berkat yang mereka nikmati – kesehatan, kesejahteraan dan kehidupan itu sendiri,” demikian petikan pernyataan Biden.

Lebih jauh Biden menyampaikan betapa warga Muslim-Amerika telah memperkaya Amerika sejak pertama kali negara ini didirikan.

Ia juga menyebut upaya warga Muslim untuk ikut memberantas Covid-19, memainkan peran penting dalam pengembangan vaksin dan sebagai petugas layanan kesehatan di garis depan, maupun sebagai pelayan publik di berbagai bidang lain; “memainkan peran utama dalam perjuangan berkelanjutan demi kesetaraan ras dan keadilan sosial.”

“Tetapi tetap saja warga Muslim-Amerika terus menjadi sasaran perundungan (target bullying), kefanatikan dan kejahatan bermotif kebencian. Prasangka dan serangan-serangan ini salah.

Hal ini tidak dapat diterima. Ini harus dihentikan. Tidak boleh ada satu orang pun di Amerika yang hidup dalam ketakutan untuk mengungkapkan keyakinannya. Pemerintahan saja bekerja tanpa kenal lelah untuk melindungi hak dan keamanan seluruh warga,” tegas Biden.

Biden menggarisbawahi bagaimana pada hari pertama menjabat ia mengakhiri “travel ban” atau larangan perjalanan bagi warga Muslim yang “memalukan.”

Biden berjanji akan terus membela hak asasi di mana pun, termasuk hak warga Uighur di China, warga Rohingya di Birma dan komunitas Muslim di seluruh dunia.

“Ketika kita mengenang orang-orang yang telah meninggalkan kita sejak Ramadan lalu, kita berharap akan datang hari-hari yang lebih cerah di masa depan,” ujar Biden.

Presiden Joe Biden juga mengutip satu ayat dalam Surat An Nur ayat 35 bahwa “Allah adalah pemberi cahaya di langit dan bumi", yang membimbing kita keluar dari kegelapan.

Perayaan-perayaan di Gedung Putih saat ini masih dilangsungkan secara virtual, tetapi di bagian akhir pernyataannya ia mengatakan, “Insya Allah saya dan Jill berharap dapat melangsungkan perayaan Idul Fitri secara langsung di Gedung Putih tahun depan.” [em/lt]

Diterbitkan di Berita

Eno Dimedjo tagar.id Jakarta -Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengeluarkan panduan agar stasiun televisi dan radio tidak mengundang pendakwah agama yang berasal dari organisasi terlarang sebagai bintang tamu dalam program-program siarannya di bulan Ramadan 2021.

Hal itu disampaikan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, lewat Surat Edaran Nomor 2 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Siaran Pada Bulan Ramadan, Kamis, 17 Maret 2021. Edaran ini merupakan panduan lembaga penyiaran dalam bersiaran pada saat Ramadan 1442 H atau 2021 nanti.

Agung menuturkan, maksud dan tujuan dari edaran ini adalah untuk menghormati nilai-nilai agama berkaitan dengan pelaksanaan ibadah di bulan Ramadan. Selain itu, edaran ini sebagai panduan siaran bagi lembaga penyiaran pada saat Ramadan.

"Edaran ini juga sebagai pemberi panduan bagi KPI Daerah dalam sosialisasi dan pengawasan terhadap lembaga penyiaran terkait pelaksanaan siaran di bulan Ramadan," ujar Agung, dikutip Tagar pada Selasa, 23 Maret 2021.

Menurut Agung, surat edaran ini dikeluarkan setelah memperhatikan hasil keputusan Rapat Koordinasi dalam rangka menyambut Ramadan 1442 H tanggal 10 Maret 2021 lalu yang dihadiri KPI, Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, dan perwakilan lembaga penyiaran. Selain itu, penetapan surat diputusakan dalam rapat pleno KPI Pusat tanggal 16 Maret 2021.

Adapun isi ketentuan pelaksanaan edaran, KPI Pusat meminta kepada seluruh lembaga penyiaran agar memperhatikan beberapa hal-hal sebagai berikut:

  • a) Lembaga Penyiaran wajib memperhatikan peraturan-peraturan terkait penghormatan nilai-nilai agama, kesopanan, kesusilaan, dan kepatutan siaran/tayangan dalam rangka penghormatan nilai-nilai bulan suci Ramadan;
  • b) Mengingat pada bulan Ramadan terjadi perubahan pola menonton televisi dan mendengarkan radio, maka lembaga penyiaran diimbau lebih cermat mematuhi ketentuan-ketentuan P3SPS dalam setiap program yang disiarkan terkait prinsip perlindungan anak dan remaja pada seluruh jam siaran;
  • c) Menambah durasi dan frekuensi program bermuatan dakwah;
  • d) Mengutamakan penggunaan dai/pendakwah kompeten, kredibel, tidak terkait organisasi terlarang sebagaimana telah dinyatakan hukum di Indonesia, dan sesuai dengan standar MUI, serta dalam penyampaian materinya senantiasa menjunjung nilai-nilai Pancasila dan ke-Indonesiaan.
  • e) Menayangkan/menyiarkan azan magrib sebagai tanda berbuka puasa dan menghormati waktu-waktu penting selama bulan Ramadan seperti waktu sahur, imsak, dan azan subuh sesuai waktu di wilayah layanan siaran masing-masing;
  • f) Memperhatikan kepatutan busana yang dikenakan oleh presenter, host, dan/atau pendukung/pengisi acara agar sesuai dengan suasana Ramadan;
  • g) Tidak menampilkan pengonsumsian makanan dan/atau minuman secara berlebihan (close up atau detail) yang dapat mengurangi kekhusyukan berpuasa;
  • h) Lebih berhati-hati dalam menampilkan candaan (verbal/nonverbal) dan tidak melakukan adegan berpelukan/bergendongan/bermesraan dengan lawan jenis pada seluruh program acara baik yang disiarkan secara live (langsung) maupun tapping (rekaman);
  • i) Tidak menampilkan gerakan tubuh, dan/atau tarian yang berasosiasi erotis, sensual, cabul, baik secara perseorangan maupun bersama orang lain;
  • j) Tidak menampilkan ungkapan kasar dan makian yang memiliki makna jorok/cabul/vulgar, dan/atau menghina agama dan nilai-nilai keagamaan;
  • k) Tidak menampilkan pengisi acara yang berpotensi menimbulkan mudarat/keburukan bagi khalayak kecuali ditampilkan sebagai orang yang menemukan kebaikan hidup (insaf atau tobat) atau inspirasi kehidupan dengan tetap memperhatikan batasan-batasan privasi dan penghormatan agama lain; dan
  • l) Berkaitan ketentuan point b, selama bulan Ramadan lembaga penyiaran diminta untuk tidak menampilkan muatan yang mengandung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik/horor/supranatural, praktik hipnotis atau sejenisnya, mengeksploitasi konflik dan/atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta muatan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan;
  • m) Lebih berhati-hati dalam menyajikan muatan yang berisi perbedaan pandangan/paham tertentu dengan menghadirkan narasumber yang kompeten dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga tidak menimbulkan perdebatan atau kegaduhan di masyarakat, sebagaimana ketentuan Pasal 7 Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran;
  • n) Lembaga penyiaran wajib menerapkan protokol kesehatan dalam rangka menekan laju persebaran Covid-19 sebagaimana Keputusan KPI Pusat Nomor 12 Tahun 2020 tentang Dukungan Lembaga Penyiaran dalam Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Persebaran Covid-19.

Dalam surat edarannya, KPI mengaku siap memberikan tindak lanjut sesuai kewenangannya dalam peraturan perundang-undangan, apabila menemukan lembaga penyiaran yang tidak melaksanakan ketentuan tersebut. []

Diterbitkan di Berita

katadata.co.id

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia atau MUI menggelar rapat pleno pada Selasa (16/1) membahas pelaksanaan vaksinasi Covid-19 saat Ramadan. Dari rapat tersebut, MUI memutuskan menetapkan Fatwa MUI Nomor 13 Tahun 2021 tentang Hukum Vaksinasi Covid19 Saat Berpuasa.

Fatwa itu berbunyi bahwa vaksinasi Covid-19 yang dilakukan dengan injeksi intramuscular tidak membatalkan puasa. Selain itu, MUI menyatakan hukum melakukan vaksinasi Covid-19 bagi umat Islam yang sedang  berpuasa dengan cara injeksi intramuscular diperbolehkan sepanjang tidak menyebabkan bahaya (dlarar).

Dengan penetapan tersebut, MUI merekomendasikan pemerintah dapat melaksanakan vaksinasi Covid-19 saat Ramadan untuk mencegah penularan virus corona. Namun, pelaksanaannya memperhatikan kondisi umat Islam yang sedang berpuasa.

BACA JUGA Masalah Ketersediaan Vaksin Hambat Target Vaksinasi Covid-19 Menkes Targetkan Suntik 1 Juta Vaksin Corona Per Hari Tercapai Juni

Pemerintah dapat melaksanakan vaksinasi Covid-19 pada malam selama Ramadan untuk umat Islam yang siangnya berpuasa. Pasalnya, dikhawatirkan vaksinasi menyebabkan bahaya akibat lemahnya kondisi fisik saat berpuasa.

Terakhir, MUI menyatakan umat Islam wajib berpartisipasi dalam program vaksinasi Covid-19 yang dilaksanakan oleh Pemerintah. Hal itu untuk mewujudkan kekebalan kelompok sehingga Indonesia terbebas dari pandemi corona.

"Ini sebagai panduan bagi umat Islam agar dapat menjalankan puasa Ramadan dengan memenuhi kaedah keagamaan dan pada saat yang sama dapat mendukng upaya mewujudkan herd immunity dengan program vaksinasi Covid-19 secara masif," kata Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh dalam siaran pers pada Rabu (17/3).

Adapun jumlah orang yang telah mendapatkan dosis pertama vaksin virus corona per 16 Maret 2021 mencapai 4,46 juta. Angka tersebut bertambah 302.089 dari hari sebelumnya. Sedangkan penerima vaksin dosis kedua telah mencapai 1.71 orang.

Angkanya meningkat 143.963 dari hari sebelumnya. Secara detail, jumlah penerima vaksin pertama terdiri dari tenaga kesehatan sebanyak 1,71 juta, petugas publik 2,34 juta, dan lansia 793 ribu.

Untuk penerima dosis kedua, kelompok tenaga kesehatan mencapai 1,2 juta, petugas publik 515 ribu, dan lansia 5.853 orang. Secara keseluruhan capaian vaksinasi Covid-19 per Selasa (16/3) mencapai 11,08% dari target 40,34 juta tenaga kesehatan, petugas publik, dan lansia.  

 

Editor: Febrina Ratna Iskana

 

Diterbitkan di Berita