JAKARTA, KOMPAS.TV Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bukhori Yusuf meminta pemerintah tidak perlu intervensi masyarakat soal pengeras suara masjid.

Hal ini terkait salah satu poin keputusan Itjima Ulama MUI soal pengeras suara masjid atau musholla agar diatur kembali penggunaannya untuk menjamin ketertiban di masyarakat. Salah satu poin rekomendasi itu adalah, meminta pemerintah untuk ikut membantu memberikan pengertian ke masyarakat terkait pengeras suara.

Anggota DPR RI dari Fraksi PKS ini lantas menuding pemerintah agar tidak ikut campur urusan pengeras suara ini. Kata dia, biarkan saja diselesaikan oleh masyarakat sendiri.

“(Soal pengeras suara) diselesaikan sesuai dengan kearifan lokal saja, enggak perlu pemerintah intervensi," kata Bukhori sebagaimana dilansir dari Tribunnews, Sabtu (13/11).

Salah satu poin penting yang membuat, kata Bukhori, pemerintah tidak perlu intervensi soal pengeras masjid ini adalah, jika pemerintah ikut bisa berpotensi bikin kisruh di tengah masyarakat, serta hal-hal yang tidak diinginkan.

“Akan menimbulkan kekisruhan di tengah-tengah masyarakat,” tambahnya.

Polemik tentang pengeras suara masjid/musholla ini mengemuka kembali usai muncul laporan dari media Prancis tentang pengeras suara di Jakarta yang teryata membuat sebagian masyarakat terganggu.

Salah satu respon yang muncul akibat laporan itu adalah, dalam gelaran Ijtima Ulama MUI dibahas lagi soal aturan penggunaan pengeras suara di Musholla/Masjid.  Hasilnya adalah, MUI merekomendasikan agar penggunaan pengeras suara ditinjau ulang.

Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh mengatakan dalam laporan hasil Ijtima Ulama MUI, segala aktivitas ibadah, ada jenis ibadah yang memiliki dimensi syiar, sehingga membutuhkan media untuk penyiaran termasuk adzan.

“Dalam pelaksanaannya, perlu diatur kembali tentang pedoman penggunaan pengeras suara  di masjid atau mushalla untuk mewujudkan kemaslahatan dan menjamin ketertiban serta mencegah mafsadah yang ditimbulkan," ujar Asrorun dalam penutupan Ijtima Ulama di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (11/11/2021).

Penulis : Dedik Priyanto | Editor : Purwanto

 

Sumber: https://www.kompas.tv/article/231805/politikus-pks-melarang-pemerintah-mengintervensi-persoalan-pengeras-suara-masjid?page=all

 

Diterbitkan di Berita

VOA Indonesia Serangan bom bunuh diri saat ibadah salat Jumat di masjid-masjid yang dihadiri umat Syiah Hazara di Afghanistan, yang menewaskan ratusan orang pada bulan lalu, meneror warga Syiah di Afghanistan. Beberapa bahkan tidak berani keluar rumah untuk beraktivitas sehari-hari.

Asif Lali tak lagi pergi beribadah salat Jumat ke masjid. Belum lama ini, gelombang serangan terhadap komunitasnya, yang sebagian besar beretnik Syiah Hazara, telah menewaskan adik laki-lakinya. Kini, ia ketakutan setiap pergi keluar rumah.

“Kami ketakutan dalam situasi apa pun. Saya bahkan tidak berani ke jalan raya, saya hanya berjalan lewat gang-gang saja, karena saya takut ada serangan bunuh diri.

Setiap kali saya terjebak macet atau ada di tengah keramaian, saya takut ada serangan bunuh diri, karena komunitas kami diancam langsung oleh ISIS," kata Lali yang merupakan seorang dokter di sebuah klinik setempat.

Jumat pada 8 dan 15 Oktober, serangan bom bunuh diri meledak di beberapa masjid, menewaskan lebih dari 100 orang. ISIS mengaku bertanggung jawab atas kedua serangan yang menyasar umat Syiah, kelompok minoritas di sana.

Setelah kejadian tersebut, beberapa warga Hazara seperti Lali memutuskan untuk tidak beribadah ke masjid untuk sementara waktu.

 

Kondisi masjid setelah ledakan, di Kunduz, Afghanistan, 8 Oktober 2021. (Foto: Reuters)
Kondisi masjid setelah ledakan, di Kunduz, Afghanistan, 8 Oktober 2021. (Foto: Reuters)

 

“Adik laki-laki saya tewas dalam serangan bunuh diri yang dilakukan ISIS di bandara. Umurnya 23 tahun. Hampir 43 hari telah berlalu sejak serangan itu terjadi, akan tetapi hati kami masih terluka dan masih ada rasa duka di rumah kami. Kami bahkan tidak bisa memajang foto adik kami di dinding. Kami pun menghapus foto-fotonya dari handphone kami, karena kenangan tentangnya sangat menyakitkan bagi kami," ujar Lali.

Saking banyaknya korban tewas akibat serangan bom bunuh diri, warga Hazara memiliki pemakaman khusus di Kabul, dengan sebutan “Kebun Para Martir,” yang menjadi tempat peristirahatan terakhir korban-korban tewas dalam serangan bom sekolah Mei lalu.

Warga etnik Hazara di Afghanistan telah lama didiskriminasi dengan berbagai alasan, salah satunya agama yang mereka anut.

Meski ribuan telah tewas saat Taliban memerintah pada 1996-2001, keberadaan ISIS di Afghanistan pada awal tahun 2015-lah yang menjadikan mereka dan komunitas Syiah secara umum sebagai target sistematis.

Ratusan orang tewas dalam banyak serangan bunuh diri di masjid maupun pusat keramaian oleh militan Sunni garis keras yang tidak menganggap mereka sebagai Muslim sejati, menimbulkan kekerasan sektarian yang menghancurkan negara-negara seperti Irak dan Afghanistan.

Meski Taliban telah berjanji semua kelompok etnik di Afghanistan akan dilindungi, aksi-aski pembunuhan terus terjadi semenjak mereka merebut kekuasaan Agustus lalu. Dengan lebih dari 400 masjid Syiah di Kabul saja, rasa aman sulit terwujud karena tidak ada yang tahu di mana serangan berikutnya akan terjadi.

Hussain Rahimi (23), warga etnik Hazara, mengatakan setiap kali ia berangkat ke masjid untuk beribadah, ia selalu membaca kalimat syahadat, karena tak tahu apakah ia akan selamat pulang ke rumah.

Rahimi sendiri kehilangan adik perempuannya yang duduk di kelas 12 dalam serangan bom di sebuah sekolah di Kabul Mei lalu, yang kebanyakan menewaskan murid perempuan.

“Ini rasa takut yang muncul dengan sendirinya, karena keluarga dan saya sendiri ketakutan. Ketika saya akan pergi ke masjid, saya membaca syadahat, karena saya khawatir tidak bisa kembali ke rumah dengan selamat," ujarnya.

 

Personel keamanan Afghanistan memeriksa lokasi ledakan bom di Kabul, Afghanistan, Kamis, 3 Juni 2021. (Foto: AP)
Personel keamanan Afghanistan memeriksa lokasi ledakan bom di Kabul, Afghanistan, Kamis, 3 Juni 2021. (Foto: AP)

 

Warga Hazara, yang berbahasa Persia dan diperkirakan merupakan keturunan tentara penakluk Mongol abad ke-13, Genghis Khan, dianggap sebagai kelompok etnik terbesar ketiga di Afghanistan, setelah Pashtun dan Tajik. Tidak ada data sensus terbaru, tetapi secara keseluruhan, warga Syiah diperkirakan mewakili 10-20 persen populasi.

Selain itu, warga Hazara juga kerap menjadi korban persaingan etnis dan ekonomi yang merajalela dalam politik Afghanistan.

Di bawah pemerintahan sebelumnya, warga Syiah ditawari sejumlah persenjataan dan pelatihan dasar agar dapat melindungi masjid-masjid mereka. Akan tetapi, Taliban telah mencabut sebagian pesar penawaran tersebut, sehingga membuat mereka merasa lebih rentan.

 

“Masyarakat kami merasa suatu saat, hari Jumat nanti misalnya, dua atau tiga hari setelahnya, mungkin Herat yang akan meledak, mungkin Kabul akan meledak, mungkin kota lainnya, misalnya Helmand atau tempat dan masjid-masjid lain di mana umat Syiah berkumpul untuk berJumatan," kata Mohammad Baqer Sayed, dosen Afghan University.

Pihak berwenang Taliban berjanji akan meningkatkan pengamanan di masjid-masjid Syiah dua pekan lalu, akan tetapi jaminan itu tidak cukup bagi banyak orang, yang memiliki sedikit kepercayaan pada kelompok yang sejak lama dianggap sebagai musuh mereka. [rd/jm]

 

Diterbitkan di Berita

DEPOK, KOMPAS.com - Wali Kota Depok Mohammad Idris didesak mengevaluasi Peraturan Wali Kota Nomor 9 Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Kota Depok yang kala itu diterbitkan Wali Kota Badrul Kamal.

Terkini, beleid tersebut kembali dijadikan dasar bagi penyegelan Masjid Al-Hidayah milik jemaah Ahmadiyah Depok pada Jumat (22/10/2021), meskipun masjid itu telah dilengkapi IMB rumah ibadah sejak 2007.

Yayasan Satu Keadilan, organsiasi sipil yang mendampingi jemaah Ahmadiyah Depok sejak 2011, menyatakan bahwa penyegelan ulang Masjid Al-Hidayah inkonstitusional dan melanggar hak asasi manusia.

Semua tahu, UUD 1945 menjamin setiap warga negara menganut keyakinan, beribadah sesuai keyakinan, dan juga berserikat.

"Setelah 10 tahun, terbitnya Peraturan Wali Kota Depok tersebut telah membatasi hak dasar warga negara untuk beragama, berkeyakinan dan melaksanakan ibadah berdasarkan keyakinannya," kata juru bicara Yayasan Satu Keadilan, Syamsul Alam Agus, dalam keterangan resmi, Jumat.

"Berlakunya Peraturan Wali Kota Depok tersebut telah menjadi pemantik horizontal, konflik antar warga yang menyebabkan melemahnya kohesi sosial warga yang berbeda keyakinan," tambah dia.

Pendirian Masjid Al-Hidayah tidak pernah ditolak warga sekitar, terbukti sudah dari terbitnya IMB rumah ibadah yang membutuhkan tanda tangan warga sekitar sebagai bukti kesediaan.

Namun, dalam penyegelan ulang yang berlangsung Jumat siang, sekitar 50 orang turut mengawal Satpol PP Kota Depok sembari meneriakkan ancaman hingga ujaran kebencian kepada warga Ahmadiyah.

“Penyegelan mesjid Al Hidayah harusnya dievaluasi dan ditinjau kembali oleh Wali Kota Depok, mengingat konteks kebangsaan, khususnya terkait dengan pengakuan keberagaman warga negara yang telah ditegaskan dalam forum-forum internasional oleh Presiden Joko Widodo," ungkap Syamsul.

"Presiden prihatin lantaran masih terus terjadinya intoleransi beragama dan kekerasan atas nama agama, sehingga jika dibiarkan akan mencabik harmoni dan menyuburkan radikalisme dan ekstremisme," tambahnya.

Selain itu, Syamsul juga mendesak agar Presiden Joko Widodo segera mengevaluasi SKB 3 Menteri 2008 yang selama ini selalu dijadikan pembenaran di balik serangan demi serangan yang dialami jemaah Ahmadiyah di Indonesia.

"SKB 3 Menteri 2008 telah menjadi pijakan dasar bagi pemerintah daerah menerbitkan peraturan daerah yang intoleran yang kemudian memicu tindakan destruktif terhadap anggota Jemaat Ahmadiyah Indonesia," jelas Syamsul.

SKB 3 Menteri 2008 melarang jemaah Ahmadiyah menyebarluaskan/menyiarkan paham terhadap warga negara yang sudah memiliki keyakinan.

SKB ini kemudian diturunkan menjadi Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 dan Peraturan Wali Kota Depok Nomor 9 Tahun 2011, yang justru melarang total seluruh aktivitas warga Ahmadiyah.


Penulis : Vitorio Mantalean
Editor : Jessi Carina

 

Diterbitkan di Berita

sindonews.com JAKARTA - TNI AL dan Masjid Istiqlal sepakat menjalin kerja sama dalam pelatihan perwira rohani dalam rangka mengantisipasi sekaligus menangkal paham radikal.

Hal itu disepakati dalam pertemuan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar dengan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono di Gedung Utama, Mabesal, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (6/10/2021).

KSAL Yudo berjanji akan mengirimkan para perwira-perwira rohani Islam TNI AL untuk bisa berbagi atau mengikuti pelatihan di Masjid Istiqlal. 

"KSAL sangat mengapresiasi dan berterima kasih atas silaturahmi Imam Besar Masjid Istiqlal yang telah sudi meluangkan waktu berkunjung ke Mabesal. TNI AL akan menindaklanjuti untuk melaksanakan kerja sama dalam meningkatkan kualitas SDM perwira rohani Islam," tulis Dispenal dalam keterangan yang diterima, Kamis (7/10/2021).

Di kesempatan tersebut, Imam Besar Masjid Istiqlal menyampaikan ingin menyinergikan peran masjid dalam upaya menangkal pemahaman radikal dan meningkatkan kerja sama Masjid Istiqlal dengan TNI AL untuk pelatihan perwira rohani Islam.

Di samping itu, pihaknya juga akan memeberdayakan masjid tak hanya berfungsi kegiatan ibadah ritual saja. Namun, juga berfungsi sebagai kegiatan sosial menjadi sentral pengembangan umat termasuk pengembangan ekonomi.

Ketika beraudiensi, Nassarudin datang bersama rombongan terdiri dari Kepala bidang Riayah Irjen Pol (Pur) Said Saile, Kepala bidang Sosial dan BPMI Pemberdayaan Umat Laksma TNI (Purn) Asep Saepudin, Kepala bidang Diklat BPMI HM Faried Saenong, dan Kepala bidang Peribadatan BPMI KH Buchori Sail Attahiri. 

Di sisi TNI AL, Laksamana Yudo turut didampingi oleh Wakil KSAL Laksdya TNI Ahmadi Heri Purwono, Asisten Personel (Aspers) KS Laksda TNI Irwan Achmadi, Asisten Potensi Maritim (Aspotmar) KSAL Mayjen TNI (Mar) Widodo Dwi Purwanto, Kepala Dinas Potensi Maritim Angkatan Laut (Kadispotmaral) Brigjen TNI (Mar) Markos, dan beberapa pejabat utama lainnya.

(kri)
Diterbitkan di Berita

Fachrina Fauziah hops.id Amanda Manopo menjelaskan alasan mengapa dirinya memutuskan bangun masjid, tempat ibadah umat Muslim.

Tak tanggung-tanggung, pemeran Andin dalam sinetron Ikatan Cinta tersebut bahkan memutuskan untuk membangun dua masjid di lokasi yang berbeda. Amanda Manopo sebenarnya tak ingin membahas terkait keputusannya membangun masjid.

Ia juga enggan menjawab pertanyaan soal biaya membangun dua masjid itu. Kenapa? Simak ulasan berikut.

Amanda Manopo bangun masjid

Amanda Manopo memberikan sedikit penjelasan terkait keputusannya membangun masjid.  Saat hadir dalam acara Indonesian Television Awards 2021, artis berdarah Filipina tersebut mengungkap lokasi dimana ia membangun masjid, yakni di kawasan BKT, Jakarta Timur dan lainnya ada di luar kota.

“Rencananya mungkin karena kru kru kita ini kan semuanya lebih tepatnya kaum Muslim. Mungkin di daerah BKT, sama di daerah rumah kota,” kata Amanda Manopo melansir YouTube STARPRO Indonesia pada Rabu (29/09/21). 

 

Amanda Manopo. Foto; Instagram @amandamanopo
Amanda Manopo. Foto; Instagram @amandamanopo

 

Sebenarnya, Amanda Manopo enggan membahas rencananya membangun masjid karena dinilai akan menimbulkan pro dan kontra di kalangan publik. Namun, terkait alasan Amanda membangun masjid, ia menegaskan tidak mencari sebuah pahala.

Artis pemilik nama lengkap Amanda Gabriella Manopo Lugue tersebut ingin membangun tempat ibadah yang layak untuk umat Muslim.

“Sebenarnya sih enggak mau dibahas detail seperti ini karena kan takutnya pro dan kontra. Yang pastinya saya tidak mencari sebuah pahala, saya memang membangun suatu hal lebih tepatnya sebuah ibadah yang layak,” ujarnya.

Soal biaya Amanda bangun masjid

Menurut Amanda, niat membangun masjid memang sudah lama ia ucapkan kepada manajernya. Hal tersebut sebagai bentuk janji Amanda saat mendapatkan banyak rezeki dari Tuhan.

 

Amanda Manopo soal bangun masjid. Sumber Foto: YouTube
Amanda Manopo soal bangun masjid. Sumber Foto: YouTube

 

“Memang sebelum-sebelumnya saya sudah bicarakan kepada manager manager saya, karena semua rezeki yang sama punya ini memang harus… contohnya saya mendapatkan rezeki ini, saya mau semoga aku dapat rezeki iklan atau brand ambassador apa kayak sebuah nazar nanti hasilnya itu akan diberikan kepada siapa,” ungkap Amanda Manopo.

Sementara saat ditanya soal biaya membangun masjid itu sendiri, lawan main Arya Saloka itu enggan menjawabnya. Yang terpenting bagi Amanda, ia melakukan semua itu dengan ikhlas.

“Kalau misalnya ditanya jumlah, aku tidak mau untuk menyebutkan. Tapi yang pastinya ini semua dengan secara ikhlas,” ucapnya.

Sebelumnya, kabar Amanda Manopo ingin membangun masjid beredar setelah artis 21 tahun itu mengunggah Instagram Stories mengungkapkan niat baiknya. Ia meminta saran dari warganet mengenai lokasi pembangunan tempat ibadah tersebut.

“Bismillahirrahmanirrahim atas izin Allah SWT dan rezeki yang dibarikan dengan segala kerendahan hati berencana ingin membangun masjid. Jika berkenan adalah rekomendasi daerah/wilayah/tempat yang bisa dijadikan tempat ibadah atau ingin adanya tempat ibadah di daerah tersebut. Terima kasih sebelumnya, bisa hubungi @ricco_ricardo,” pungkas Amanda Manopo.

Diterbitkan di Berita

Presiden lantas turut meresmikan pembangunan kampus baru tersebut dengan membubuhkan tanda tangannya di prasasti bersama dengan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir.

Warga Muhammadiyah sendiri gembira dengan kehadiran presiden meresmikan bangunan madrasah yang baru. Haedar Nashir kepada awak media, Jumat siang menuturkan, pembangunan gedung Mu’allimin yang baru memang mendapat sokongan dari pemerintah.

Hal itu sebagai wujud penghargaan presiden terhadap ormas Muhammadiyah. Bukan tanpa alasan, menurut Haedar, penghargaan itu diberikan karena nilai sejarah Madrasah Mu’allimin. 

“Lahir tahun 1918 lalu tahun 1923 namanya Kweek School pakai nama sekolah ya, jadi sekolah perguruan tetapi karena 10 tahun menggunakan istilah Kweek School banyak diintimidasi oleh regulasi Pemerintah Kolonial, harus menyesuaikan dengan aturannya, jadi diubah menjadi Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah,” terang Haedar.

Dengan keberadaan Mu’allimin yang telah merintis pendidikan sejak sebelum lahirnya republik, pemerintah menilai jasa Muhammadiyah di bidang pendidikan sangat besar.

“Tetapi intinya sama dengan tujuan awalnya yakni sekolah untuk menghasilkan pemimpin dan sekolah untuk menghasilkan pendidik,” tuturnya. 

Presiden juga meresmikan masjid yang dibangun oleh Fahmi Yendra, seorang pengusaha muda Muhammadiyah yang mendonasikan sebagian hartanya untuk pembangunan masjid tersebut. Masjidnya pun diberi nama Masjid Hj Yuliana Muallimin.

“Fahmi yaitu pengusaha Muhammadiyah, anak muda yang membantu membangun dan atas nama ibundanya sebagai bentuk dari birrul walidain (berbakti kepada orang tua, red). Ini hal yang langka ya di zaman modern dimana anak begitu rupa ingin berbuat baik pada orang tua. Nah, ini masjid perpaduan antara modern dan klasik,” jelas Haedar. (Miechell Octovy Koagouw)

Diterbitkan di Berita

Islampers.com – Jakarta Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Sekjen PBNU) H Ahmad Helmy Faishal Zaini menanggapi aksi perusakan masjid Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Sintang, Kalimantan Barat, yang terjadi pada Jumat (3/9/2021) lalu.

Menurut Helmy, aksi perusakan masjid Ahmadiyah itu sangat bertentangan dengan nilai agama. Ia mengajak agar berbagai persoalan yang ada di negeri ini dapat diselesaikan secara musyawarah dan tidak main hakim sendiri.

“Aksi perusakan (Masjid Ahmadiyah) bertentangan dengan nilai agama. Mari kita selesaikan segala perbedaan yang ada dengan musyawarah untuk mufakat, tidak main hakim sendiri, karena Indonesia bukan negara barbar tetapi negara dengan koridor hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Marilah kita hormati hukum dan perundang-undangan itu,” tegas Helmy melalui video, diterima NU Online, Ahad (5/9/2021) siang.

Helmy juga meminta semua pihak untuk tetap tenang dan tidak terpancing dengan upaya provokasi untuk memecah bangsa, seperti aksi perusakan Masjid Ahmadiyah itu. Menurutnya, prasangka baik antar sesama anak bangsa mesti dikedepankan sehingga dapat terus membangun kebersamaan secara baik. Salah satunya dilakukan dengan cara membangun dialog.

“Mari terus membangun dialog anta rumat beragama atau antar berbagai macam mazhab dan keyakinan, agar kita senantiasa dapat hidup dalam satu ikatan kekeluargaan kebangsaan, sehingga kita dapat menyelesaikan masalah ini dengan baik,” ujar Helmy.

Ia pun mendesak aparat keamanan untuk segera mengusut dan menindak tegas seluruh oknum yang melakukan perusakan Masjid Ahmadiyah itu. Jika aparat mengusut dan menindak tegas, maka semua pihak diminta untuk tetap menghormati proses hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Helmy lantas mengajak agar bangsa Indonesia tetap menjaga persatuan.

“Marilah kita terus jaga persatuan dan kesatuan bangsa, mari kita terus bergandengan tangan untuk menata Indonesia ke depan yang lebih baik,” ajak Helmy.

Bersahabat dengan Seorang Ahmadiyah Dalam sebuah unggahan di Instagram, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid mengungkap pengalamannya ketika remaja yang memiliki sahabat seorang penganut Ahmadiyah.
Ia mengaku tidak pernah diajarkan untuk menyortir teman berdasarkan kepercayaan, bahkan tidak pernah terpikir untuk melakukan itu. Putri sulung KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini mengaku sayang kepada sahabatnya, meski berbeda keyakinan keagamaan.

“Suatu hari sahabat saya bertanya, ‘Kok kamu mau sih temenan sama aku, apa kamu gak takut dimarahin orang-orang?’ Saya kaget. Itu kali pertama saya memahami bagaimana rasanya menjadi anggota kelompok yang dipersekusi atas nama kebenaran ala mayoritas-minoritas. Hati saya retak saat itu, tapi saya masih naif, tidak tahu realita berat yang benar-benar dihadapi mereka,” tulis Alissa di dalam unggahannya, Ahad sore.

Dituturkan, kondisi yang dihadapi sahabatnya itu semakin berat saat dan sejak Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang Ahmadiyah pada tahun 2000-an. Alissa menjelaskan, sejak saat itulah, berbagai serangan fisik kerap dilakukan ke berbagai kelompok Ahmadiyah di Indonesia. Hingga kini, Alissa merasa sedih karena tidak pernah ada perbaikan soal itu.

Namun, Alissa meyakinkan bahwa terlepas dari persoalan menerima atau tidak keyakinan mereka, anggota Jamaah Ahmadiyah di Indonesia tetap memiliki hak konstitusi sebagai warga negara. “(Sehingga) tidak ada tindakan melanggar hukum yang boleh dilakukan orang lain terhadap hak konstitusi mereka, bahkan atas nama kebenaran agama yang diyakini para penyerang itu,” tegas Alissa.

Diterbitkan di Berita

INDOZONE.IDPerusakan masjid dan pembakaran sejumlah bangunan milik jemaah Ahmadiyah di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, pada Jumat (3/9/2021), seolah-olah sudah mendapat lampu hijau dari pemerintah daerah setempat.

Ya, tiga hari sebelum perusakan dan pembakaran tersebut, Pemerintah Kabupaten Sintang menghentikan aktivitas operasional bangunan tempat ibadah secara permanen milik Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di desa tersebut.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Sintang, Kurniawan, menyebut bahwa penghentian itu didasarkan atas surat bupati dan atas arahan dari Gubernur Kalimantan Barat.

 

Ia menyebut, keputusan itu dikeluarkan untuk menjaga keamanan, ketentraman, ketertiban, dan kondusifitas masyarakat di Desa Balai Harapan.

"Maka diperintahkan juga kepada penganut atau anggota JAI agar melaksanakan apa yang telah diperintahkan di atas dalam aktivitas dan bentuk apapun tanpa izin pemerintah," kata Kurniawan, melalui keterangan tertulis pada Selasa (31/8/2021).

Kurniawan bilang, Pemerintah Kabupaten Sintang menjamin kebebasan kepada JAI untuk beribadah sepanjang mengakui beragama Islam, dan sesuai ketentuan dan keputusan bersama Menteria Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 3/2008.

Kemudian Nomor Kep-033/A/JA/6/2008, dan Nomor 199/2008, tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan/atau anggota Pengurus JAI dan Warga Masyarakat.

Kini, setelah perusakan dan pembakaran tersebut terjadi, 300 personel gabungan TNI-Polri dikerahkan menjaga lokasi kejadian.

"300 personel sudah berada di TKP dalam menjaga agar kondusif," kata Kabid Humas Polda Kaimantan Barat Kombes (Pol) Donny Charles Go, dikutip dari Antara.

Donny menjelaskan, tidak ada korban jiwa dalam perusakan dan pembakaran tersebut.

"Untuk Masjidnya sendiri ada yang rusak karena dilempar massa. Sedangkan yang sempat terbakar adalah bangunan di belakang Masjid tersebut," ujar Donny.

Adapun buntut dari perusakan dan pembakaran tersebut, sebanyak 72 jiwa atau 20 keluarga jemaah Ahmadiyah terpaksa dievakuasi oleh aparat.

Diberitakan sebelumnya, Jumat (3/9/2021), puluhan hingga ratusan warga muslim di desa tersebut, merusak masjid tempat jemaah Ahmadiyah beribadah.

Tidak cuma masjid, warga juga membakar sejumlah rumah milik jamaah Ahmadiyah di desa tersebut.

Sayangnya, saat perusakan dan pembakaran berlangsung, aparat kepolisian dan TNI hanya dapat melihat tanpa mampu menghentikan tindakan warga yang intoleran tersebut.

 

Warga dari Aliansi Umat Islam merusak dan membakar masjid Ahmadiyah di Sintang. (Ist)
Warga dari Aliansi Umat Islam merusak dan membakar masjid Ahmadiyah di Sintang. (Ist)

 

Video saat warga membakar rumah dan merusak masjid tersebut viral di media sosial.

Seorang warga jemaah Ahmadiyah sampai menangis melihat rumah ibadah mereka dirusak.

Ia berteriak-teriak kepada para aparat yang hanya melihat saja.

"Wajar kami marah. Rumah kami dibakar. Mana ini tanggung jawabnya, Pak? Coba rumah bapak dibakar orang-orang? Ini yang namanya Islam? Rumah Allah itu! Astaghfirullahaladzim. Mana jaminannya ya Allah. Mulut aja jaminannya. Ya ampun. Bapak saya bangun sampai sakit pinggang dihancurkan begitu saja," teriak pria tersebut.

Menurut Juru Bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), Yendra Budiana mengatakan, setidaknya ada 130 orang yang terlibat dalam pembakaran dan perusakan masjid tersebut.

"Mereka mengatasnamakan Aliansi Umat Islam. Massa mengambil botol-botol plastik berisi bensin yang sudah disiapkan di parit di kebun karet," ujar Yendra dalam keterangan tertulis.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menilai perusakan rumah ibadah jamaah Ahmadiyah merupakan pelanggaran hukum yang dapat mengancam kerukunan antarumat beragama di Indonesia.

"Tindakan sekelompok orang yang main hakim sendiri merusak rumah ibadah dan harta benda milik orang lain tidak bisa dibenarkan dan jelas merupakan peanggaran hukum," kata Gus Yaqut.

Hal senada juga disampaikan oleh Menko Polhukam Mahfud MD. Mahfud juga meminta polisi mengusut tuntas kasus intoleransi ini.

Adapun pembakaran dan perusakan ini merupakan kelanjutan dari penyegelan masjid yang dilakukan oleh kelompok Aliansi Umat Islam pada 14 Agustus lalu.

Setara Institute melalui akun Instagram mereka menyebut bahwa kasus ini merupakan bukti bahwa negara telah gagal dalam melaksanakan apa yang telah diamanatkan oleh konstitusi untuk menjamin kebebasan beragama setiap warga negaranya. 

Seperti diketahui, di Indonesia, negara menjamin kebebasan beragama setiap warga negaranya, sebagaimana tertuang dalam UUD dalam Pasal 28 E ayat (1) dan (2), Pasal 29 ayat (2), Undang-Undang 39/1999 tentang HAM, serta UU 12/2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipol. 

"Sayangnya, berbagai jaminan hukum tersebut justru masih rapuh dan tidak mampu menjadi pagar bagi Jemaat Ahmadiyah untuk menjalankan berbagai kegiatan keagamaannya. Inkongruensi regulasi adalah salah satu faktor penyebabnya. Dalam hal ini, SKB Pemda Sintang tentang Peringatan dan Perintah terhadai JAI dan Masyarakat di Kabupaten Sintang, yang diterbitkan pada 29 April 2021 yang menjadi sumbu lahirnya penyegelan dan penghentian kegiatan operasional masjid, hingga penghancuran bangunan masjid milik JAI Sintang," tulis Setara.

Peristiwa tersebut mengakibatkan anggota JAI, terutama perempuan dan anak-anak terancam keamanannya. Pada pelbagai video yang beredar menunjukkan keberadaan aparat yang telah berpakaian lengkap, baik TNI maupun TNI, tidak mampu mencegah atau bahkan meminimalisir konflik yang terjadi di lokasi.

"Tindakan perusakan dan pembakaran masjid padahal telah tersebar sebelumnya, baik melalui imbauan di masjid, mulut ke mulut, dan media sosial. Akan tetapi, kejadian perusakan dan pembakaran tersebut secara eksplisit mencerminkan kegagalan aparat dalam mencegah terjadinya konflik. Keberadaan TNI dalam perbantuannya pun tidak banyak membantu, lantaran konflik tersebut tetap terjadi dengan eskalasi yang semakin memburuk," tutup Setara.

Sebelumnya, pemerintah Kabupaten Sintang dinilai melakukan tindakan diskriminasi dengan menyegel masjid jemaah Ahmadiyah dengan dasar SKB 3 Menteri Nomor 3 Tahun 2008, Perda Nomor 13 Tahun 2017 tentang Ketentraman Umum, serta SKB Bupati Sintang, Kodim 1205/STG, Kejaksaan Negeri Sintang, Kapolres Sintang, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sintang.

Mereka meminta jemaah Ahmadiyah di lokasi tersebut untuk menghentikan aktivitas peribadatan di masjid yang mereka segel itu.

Tak cuma menyegel, Pelaksana Bupati Sintang Sudiyanto juga menyurati jemaah Ahmadiyah tersebut.

 

ist
Pemerintah Kabupaten Sintang menyegel masjid jemaah Ahmadiyah. (Instagram @kabarsejuk)

 

Di dalam surat yang ditulis pada 13 Agustus 2021 dan ditandatanganinya itu, ada tiga poin yang ia sampaikan kepada jemaah Ahmadiyah.

Pertama, ia menyampaikan bahwa "Sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agam Islam, yaitu penyebaran faham yang mengajui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW. 

Kedua, ia meminta jemaah Ahmadiyah agar menghentikan aktivitas dan operasional bangunan (rumah ibadah) jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Desa Balai Harapan.

 

ist
Masjid jemaah Ahmadiyah disegel pemerintah setempat. (Instagram @kabarsejuk)

Ketiga, ia meminta jemaah Ahmadiyah di desa tersebut untuk tidak melakukan kegiatan yang berpotensi menimbulkan keresahan dan atau dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.

Diterbitkan di Berita
Adhyasta Dirgantara - detikNews Sintang - Menko Polhukam Mahfud Md meminta kasus perusakan Masjid Ahmadiyah di Tempunak, Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar) diusut karena sensitif. Polisi kini tengah mengusut kasus perusakan Masjid Ahmadiyah di Kalbar itu.

"Iya sedang diusut. Tim gabungan Polda Kalbar dan Polres Sintang lagi bekerja mengusut kasus perusakannya," ujar Kabid Humas Polda Kalbar Kombes Donny Charles Go saat dihubungi, Sabtu (4/9/2021).

Charles menjelaskan polisi masih mencari pelaku perusakan masjid dan pembakaran bangunan di Kalbar tersebut. Sejauh ini, kata Charles, belum ada yang diamankan. "(Pelaku) masih diidentifikasi. Iya (belum ada yang diamankan)," ucapnya.

Sebelumnya, Mahfud Md menelepon Gubernur dan Kapolda Kalimantan Barat (Kalbar) usai peristiwa perusakan Masjid Ahmadiyah di Tempunak, Sintang. Mahfud mengingatkan semua pihak harus mengikuti aturan yang berlaku.

"Saya sudah berkomunikasi dengan Gubernur dan Kapolda Kalimantan Barat agar segera ditangani kasus ini dengan baik dengan memperhatikan hukum, memperhatikan kedamaian dan kerukunan, juga memperhatikan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Semuanya harus ikut aturan hukum," kata Mahfud kepada wartawan, Jumat (3/9). 

Mahfud mengingatkan peristiwa di Kalbar ini merupakan masalah sensitif. Dia menegaskan Indonesia adalah negara yang melindungi hak asasi warganya.

"Ini masalah sensitif, semuanya harus menahan diri. Kita hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia di mana hak-hak asasi manusia dilindungi oleh negara," tegas Mahfud.

Sementara itu, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas angkat bicara terkait kasus perusakan masjid Ahmadiyah. Dia menyebut aksi perusakan tempat ibadah sebagai pelanggaran hukum.

"Tindakan sekelompok orang yang main hakim sendiri merusak rumah ibadah dan harta benda milik orang lain tidak bisa dibenarkan dan jelas merupakan pelanggaran hukum," ujar Yaqut dilansir dari Antara, Jumat (3/9).

(isa/isa)

Diterbitkan di Berita
Novi Christiastuti - detikNews Kabul - Kelompok Taliban menembak mati seorang pejabat pemerintah Afghanistan di sebuah masjid di wilayah Kabul.

Penembakan dilakukan beberapa hari setelah Taliban memperingatkan akan menargetkan pejabat pemerintahan senior sebagai balasan atas meningkatkan serangan udara beberapa waktu terakhir.

Seperti dilansir AFP, Jumat (6/8/2021), pejabat yang ditembak mati Taliban itu diidentifikasi sebagai Dawa Khan Menapal yang merupakan kepala pusat informasi media pada pemerintahan Afghanistan.

"Sangat disayangkan, teroris yang biadab telah melakukan aksi pengecut sekali lagi dan membunuh seorang patriot Afghan," sebut juru bicara Kementerian Dalam Negeri Afghanistan, Mirwais Stanikzai, merujuk pada kematian Menapal.

Taliban dalam pernyataannya mengklaim bertanggung jawab atas kematian Menapal pada Jumat (6/8) waktu setempat.

Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, mengirimkan pesan kepada media yang berbunyi: "Dia tewas dalam serangan khusus yang dilakukan oleh mujahidin."

Pertempuran dalam konflik berkepanjangan Afghanistan semakin meningkat sejak Mei, saat pasukan asing mulai ditarik pulang oleh negara masing-masing. 

Taliban dilaporkan telah menguasai sebagian besar wilayah pinggiran Afghanistan, dan sekarang tengah menantang pasukan pemerintah di beberapa kota besar.

Pada Rabu (4/8) waktu setempat, Taliban memperingatkan akan ada lebih banyak serangan menargetkan pejabat pemerintah Afghanistan. Sehari sebelumnya, Taliban melancarkan serangan terhadap Menteri Pertahanan (Menhan), yang berhasil selamat dari upaya pembunuhan itu.

Serangan bom dan penembakan terhadap Menhan Bismillah Mohammadi pada Selasa (3/8) malam waktu setempat membawa pertempuran ke ibu kota Kabul untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan terakhir.

Militer Afghanistan dan Amerika Serikat (AS) meningkatkan serangan udara dalam perjuangan melawan Taliban di berbagai kota. Pada Rabu (4/8) waktu setempat, Taliban menyebut serangan di area Kabul merupakan respons atas peningkatan serangan udara itu.

(nvc/ita)

Diterbitkan di Berita
Halaman 1 dari 4