Elshinta.com - Gereja Ortodoks berpengaruh di Rusia memperingatkan orang-orang yang menolak divaksin COVID-19, menyebutnya sebagai pendosa yang harus bertobat selama sisa hidup mereka, saat negara itu melaporkan lonjakan baru infeksi dan kematian.

Gereja meminta umatnya agar disuntik vaksin saat 24.353 infeksi baru COVID-19 dilaporkan pada Senin, termasuk 6.557 infeksi di Moskow, sehingga totalnya mencapai 5.635.294 infeksi.

Satgas COVID-19 pemerintah mengatakan dalam sehari 654 orang meninggal karena COVID-19, menambah total menjadi 138.579.

Badan statistik federal melakukan pendataan terpisah dan menyebutkan Rusia mencatat sekitar 270.000 kematian COVID-19 selama periode April 2020-April 2021.

Berbicara di stasiun TV pemerintah Metropolitan Hilarion, kepala departemen hubungan eksternal gereja Patriarkh Moskow, mengatakan mereka yang menolak divaksin melakukan "sebuah dosa yang harus mereka tebus seumur hidup mereka."

Ia menambahkan: "Setiap hari saya menyaksikan situasi di mana orang-orang mendatangi pendeta untuk mengakui bahwa mereka menolak untuk memvaksin diri mereka sendiri atau orang terdekat mereka dan akhirnya menyebabkan kematian seseorang.

"... Dosanya yakni memikirkan diri sendiri tanpa memikirkan orang lain."

Sumber: Reuters

 
Diterbitkan di Berita
Wilda Hayatun Nufus - detikNews Jakarta - Pemerintah Kota Bogor telah mengeluarkan kebijakan dalam polemik 15 tahun Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin. Pemkot Bogor menghibahkan lahan baru untuk pembangunan rumah ibadah GKI di Cilendek Barat.

"Hasil ini juga adalah hasil kerja sama dari semua pihak, baik yang mendukung maupun tidak mendukung, sejak 15 tahun yang lalu, proses hibah yang hari ini dijalankan cara ceremony juga tidak mungkin terjadi tanpa dukungan warga dari Kelurahan Cilendek Barat, tanpa kerja keras dukungan dari seluruh Forkopimda DPRD, aparatur pemerintah kota, MUI, FKUB dan juga tentunya tim 7," kata Wali Kota Bogor, Bima Arya saat jumpa pers di GKI, Jalan Pengadilan, Pabaton, Kota Bogor, Jawa Barat, Minggu (13/6/2021).

Bima menerangkan, pihaknya telah melakukan 30 pertemuan resmi dan 100 pertemuan informal untuk mencari solusi terkait masalah GKI Yasmin. Bima ingin memastikan hak beribadah bagi seluruh warga Kota Bogor dapat terpenuhi tanpa terkecuali.

"15 tahun kita sama-sama mencurahkan energi dan konsentrasi atas usaha untuk menyelesaikan konflik yang terus menjadi duri dari toleransi kita, keberagaman kita dan persaudaraan kita semua, banyak proses yang sudah dilalui, dalam catatan kami paling tidak ada 30 pertemuan resmi dalam skala besar dan 100 lebih pertemuan informal yang digelar untuk mencari ujung penyelesaian, hari ini adalah bukti dari komitmen pemerintah kota untuk memastikan hak beribadah bagi seluruh warganya tanpa terkecuali," paparnya.

Bima mengatakan sejak hibah ini diserahterimakan, GKI perlu untuk melengkapi berkas-berkas untuk menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB). Pemkot Bogor, kata Bima, akan senantiasa mengawal penerbitan IMB sampai pada tahap pembangunan gereja.

"Sejak hibah ini ditandatangan, maka lahan tersebut resmi menjadi milik GKI, setelah itu pemkot menunggu kelengkapan berkas dari pihak GKI untuk menerbitkan IMB ketika berkas itu disampaikan, maka pemkot akan langsung memastikan penerbitan IMB.

Kami pastikan bahwa negara dalam hal ini pemkot akan mengawal, tidak saja untuk menerbitkan IMB tetapi seluruh tahapan pembangunan bahkan nanti sampai penyelanggaraan ibadah," kata Bima.

Dalam kesempatan yang sama, Pendeta Jemaat GKI Pengadilan Tri Santoso menyambut baik inisiasi Pemkot Bogor terkait hibah lahan pembangunan GKI di Cilendek Barat.

Tri mengatakan serah terima hibah ini semakin menjelaskan bahwa negara hadir untuk memfasilitasi ibadah umat kristiani di Kota Bogor.

"Kami memyambut baik inisiasi Pemkot Bogor yang untuk menyampaikan proses pembangunan gereja di Bogor Barat. Acara serah terima hibah ini merupakan bentuk kehadiran negara yang memfasilitasi umat Kristen di Kota Bogor untuk dapat beribadah secara tenang," ungkap Tri.

15 Tahun Polemik GKI Yasmin

Polemik terkait GKI Yasmin ini berawal dari dibekukannya IMB pendirian GKI Yasmin tahun 2008, yang terletak di Jalan KH R Abdullah Bin Nuh, Curug Mekar, dekat perumahan Yasmin, Bogor.

Sengketa pembangunan ini lalu masuk ranah hukum terkait IMB. Lewat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung pada 4 September 2008, majelis hakim memenangkan gugatan panitia pembangunan Gereja Yasmin tentang Pembekuan IMB.

Pemerintah Kota Bogor kemudian mengajukan banding, lalu Pengadilan Tinggi TUN di Jakarta mengeluarkan putusan yang menguatkan putusan PTUN Bandung. Atas putusan PT TUN Jakarta, Pemerintah Kota Bogor mengajukan PK ke MA.

Pada Desember 2010, MA telah mengeluarkan putusan yang pada dasarnya menguatkan putusan yang dikeluarkan PTUN Bandung dan PT TUN Jakarta yang menyatakan Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor mencabut surat Pembekuan IMB GKI Yasmin.

(whn/aik)

Diterbitkan di Berita

suaraislam.co Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji Kalasan, Sleman, D.I Yogyakarta, Gus Miftah mendapat tudingan kafir dan sesat lantaran berceramah di gereja.

Tudingan tersebut kemudian diklarifikasi Gus Miftah saat diundang Rosi di KompasTV. “Lalu kemudian ada yang bilang Gus Miftah kafir karena masuk gereja, silakan saja nggak masalah.

Saya meyakini kok InsyaAllah iman saya masih utuh dan (tudingan) itu tidak akan meruntuhkan keimanan saya,” kata Gus Miftah menjawab pertanyaan Pemimpin Redaksi KompasTV Rosianna Silalahi dalam tayangan Rosi.

Banyak tokoh yang memberikan komentar terhadap tudingan tersebut, salah satunya adalah Guru Besar UIN Sunan Kalijogo, Prof. Muhammad Machasin.

Dalam unggahan di akun FBnya, Machasin merasa bingung karena sekarang orang banyak menaruh curiga kepada agama lain, bahkan mempermasalahkan orang yang pidato atau ceramah di gereja.

Berikut tulisan Muhammad Machasin yang diunggah di akun Facebooknya:

“Perjanjian Nabi dengan Nasrani Najran”

Siang ini khatib di mesjid kami berbicara tentang zalim. Di antara yang dikatakannya adalah zalim kepada sesama. Lalu dia singgung penceramah dai kondang di gereja, yang sekarang beritanya sedang viral. Dia katakan bahwa ceramahnya itu zalim kepada sesama muslim karena membuat bingung.

Kebetulan menjelang berangkat ke mesjid kubaca status mbak Listia Suprobo yang mengunggah pengajian Prof. H. Quraisy Syihab tentang hubungan Muslim-Kristen. Beliau sebut perjanjian Najran. Maka sepulang dari mesjid kucari teks perjanjian itu. Ketemu di dalam kitab Tārīkh al-Madīnah, tulisan ‘Umar Ibn Syaibah (w. 262 H).

Di situ disebutkan bahwa Rasulullah saw. berdamai dengan penduduk Najran dan menulis surat perjanjian kepada mereka untuk mendapatkan perlindungan sebagai ganti pembayaran “semacam” pajak. “Bagi Najran dan kehormatan mereka perlindungan Allah dan jaminan Rasul atas jiwa mereka, tanah, harta, keluarga yang hadir dan yang tidak hadir, keluarga besar serta pengikut mereka; kebiasaan mereka tak akan diganti, hak-hak mereka tak akan diambil, tidak pula agama mereka. Uskup tak akan dicopot dari keuskupannya, rahib dari kerahibannya, penjaga biara dari jabatannya dan semua yang ada dalam kekuasaan mereka, sedikit atau banyak.”

Kok lalu sekarang jadi banyak yang bersikap curiga kepada orang beragama lain? Cuma pidato di gereja saja dipermasalahkan. Pripun niku?
Bingung aku.

Diterbitkan di Berita

SuaraJogja.idSosok Gus Miftah belakangan menjadi sorotan lantaran masuk dan berceramah di dalam Gereja Bethel Indonesia Amanat Agung, Penjaringan Jakarta Utara.

Siapa kira jauh sebelum tindakannya masuk ke Gereja dan jadi polemik, nyatanya hal serupa pernah dilakukan pendiri Muhammadiyah, Kyai Ahmad Dahlan.

Sebelumnya, kedatangan Gus Miftah ke Gereja Bethel Indonesia Amanat Agung diketahui bersama dengan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan serta Sekjen PBNU Helmy Faizal Zaini dan sejumlah tokoh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Namun, belakangan sosok yang dihujat justru hanya mengarah pada Gus Miftah. Tak sedikit yang menyayangkan tindakan pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman itu yang dianggap tak pantas dilakukan umat muslim.

Belakangan diketahui jauh sebelum tindakan Gus Miftah masuk gereja yang jadi polemik, tindakan serupa pernah juga dilakukan oleh pendiri Muhammadiyah yakni Kyai Ahmad Dahlan.

Hal ini seperti utas yang diunggah oleh akun @tajdidmu.

 

https://twitter.com/tajdidmu/status/1389960566429552641

 

Dari uraiannya, pendiri Muhammadiyah Kyai Ahmad Dahlan pernah mengunjungi gereja di Kolase Xaverius. Kyai Ahmad Dahlan datang bersama muridnya untuk menemui Romo van Lith.

"Salah satu yang tercatat dalam kronik sejarah, K.H Ahmad Dahlan pernah mendatangi Kolese Xaverius (saat ini SMA Pangudi Luhur Van Lith di Muntilan, Magelang) untuk menemui Romo Van Lith," tulisnya.

Lebih lanjut akun tersebut menjelaskan pertemuan Kyai Ahmad Dahlan dengan Romo Van Lith untuk bertukar gagasan mengenai bentuk pendidikan yang ideal bagi rakyat pribumi.

"Dari perjalanan ke Muntilan inilah Kyai Ahmad Dahlan mendapat inspirasi mengubah nama sekolahnya menjadi Kweekschool Islam agar sekolahnya dipandang setara dengan sekolah-sekolah Belanda," lanjutnya.

"Kelak nama ini berganti lagi menjadi Kweekschool Muhammadijah. Sepeninggal Kyai Ahmad Dahlan sekolah ini kembali beralih nama menjadi Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah. Nama terakhir ini masih dipergunakan sampai sekarang," tambahnya.

Berkait dengan sosok Gus Miftah yang dihujat, ia sudah memberikan klarifikasi lewat akun Instagramnya. Ia menyebut bahwa kehadirannya di gereja bukan dalam rangka peribadatan.

Tak berhenti di situ, Gus Miftah belakangan juga mengunggah kutipan Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomuddin berkait kasus gereja yang membuatnya dihujat.

"Gus Miftah orasi budaya di gereja mereka ribut semua, tapi ada teroris mengebom gereja mereka diam semua," kata Kyai Ishommudin.

Diterbitkan di Berita

TEMPO.COJakarta - Gus Miftah memberikan tanggapannya setelah ia dikafirkan usai memberikan Orasi Kebangsaan dalam peresmian renovasi Gereja Bethel Indonesia (GBI) Amanat Agung, Penjaringan, Jakarta Utara pada 30 April 2021. Orasinya beredar viral dan liar yang membuatnya panen hujatan. 

Pemilik Pondok Pesantren Ora Aji, Kalasan, Yogyakarta itu menjelaskan, ia hadir di gereja itu untuk memenuhi undangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Saat itu saya hadir bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Sekjen PB NU Helmy Faishal Zaini, dan beberapa tokoh agama. Itu atas nama undangan mereka," ujarnya menjelaskan dalam sebuah video yang diunggahnya pada Senin, 3 Mei 2021. 

Dalam peresmian GBI Amanat Agung, Miftah mengatakan masalah toleransi. "Di saat aku menggenggam tasbihmu, dan kamu memegang salibmu. Di saat aku beribadah di Istiqlal, namun engkau ke Katedral. Di saat bioku tertulis Allah Swt, dan biomu tertulis Yesus Kristus, di saat aku mengucap assalamualaikum dan kamu mengucap shalom, di saat aku mengeja Al-Quran dan kamu mengeja Alkitabmu. Kita berbeda saat memanggil nama Tuhan. Tentang aku yang menadahkan tangan dan engkau yang melipatkan tangan saat berdoa. Aku, kamu, kita. Bukan Istiqlal dan Katedral yang ditakdirkan berdiri berhadapan dengan perbedaan namun tetap harmonis. Andai saja mereka memiliki nyawa, apa tidak mungkin mereka saling mencintai dan menghormati antara satu dengan yang lainnya," katanya dalam orasi itu. 

 

Gus Miftah, Helmy Faishan Zaini dan Anies Baswedan saat menghadiri peresmian renovasi GBI.

 

Sahabat Deddy Corbuzier itu menampik kehadirannya untuk beribadah. Ia menegaskan kehadirannya di sana semata memenuhi undangan panitia dan memberikan orasi kebangsaan. Gara-gara orasi itu, Miftah dihujat netizen dengan mengatakan, "Miftah sesat," "Miftah kafir," "Syahadatnya batal," dan lain sebagainya. Atas hujatan itu, Gus Miftah mengaku bersyukur. 

"Saya hanya berpikir, orang seperti saya yang dikasih Allah untuk membimbing sekian ratus orang untuk bersyahadat menjadi mualaf hanya gara-gara video itu saya dikatakan kafir. Luar biasa. Itu dakwah zaman sekarang. Kalau dakwah zaman dulu tugasnya mengislamkan orang kafir, dakwah hari ini mengkafir-kafirkan orang Islam," ucapnya. 

Di antara hujatan itu, ada netizen yang mempertanyakan pijakannya melakukan hal itu. Ia lalu membacakan Mausuf Al Fiqh Kuwait, yakni kitab  ensiklopedia fiqih dari berbagai mazhab. "Minimal ada empat perbedaan pendapat ulama tentang masuk gereja bahkan salat. Enggak perlu diterjemahkan pasti netizen yang menghujat saya lebih paham," kata Gus Miftah nyengir. 

Sebenarnya, unggahan serupa juga ada di akun Instagram Anies Baswedan. Ia mengunggah foto dirinya di tengah-tengah para tokoh agama seperti Gus Miftah dan Helmy Faishal Zaini. 

Diterbitkan di Berita

VOA Indonesia

Pada tahun 2007, gereja Philadelphia Praise Center (PPC) membuka pintunya untuk warga muslim Indonesia di Philadelphia yang waktu itu belum punya masjid. Kini, Masjid Indonesia Al-Falah kerap mengundang warga non-muslim untuk ikut menghadiri acara masjid.

Diterbitkan di Berita

Rizki Nurmansyah SuaraJakarta.idGereja Santo Laurensius Alam Sutera Serpong merupakan salah satu gereja terbesar dan megah di Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Di balik kemegahannya itu, ada cerita menarik soal toleransi beragama.

Terutama saat puasa Ramadhan saat ini. Itu lantaran, dari 31 pegawai yang ada sekira 12 orang diantaranya merupakan muslim.

Meski bekerja di lingkungan gereja, mereka tetap menjalankan puasa Ramadhan seperti biasa. Tak ada pelarangan apapun yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah mulai dari sholat hingga tadarus Al-Quran. Sikap toleransi beragama pun terbangun erat.

Dari belasan pegawai muslim di Gereja Santo Laurensius Tangsel itu, salah satunya adalah Firda Silvina. Dia sudah bekerja hampir dua tahun sebagai petugas kebersihan.

Silvi bercerita menjalankan puasa di lingkungan gereja sama saja seperti di tempat kerja lainnya. Justru dia terkesan dengan toleransi yang ada.

"Menjalankan puasa di sini sama kayak di rumah atau di mana-mana. Di sini tidak ada perbedaan sama seperti di tempat kerja lain. Bahkan di sini itu toleransi antar agama itu benar-benar terjaga. Nggak ada larangan apapun. Contohnya seperti saya. Saya menggunakan hijab dan nggak ada larangan. Hijab ini sebagai tanda bahwa saya muslim dan bekerja di gereja Katolik ini," katanya mulai bercerita kepada SuaraJakarta.id ditemui, Sabtu (17/4/2021).

 

Firdia Silvina, pegawai muslim yang bertugas sebagai petugas kebersihan di Gereja Santo Laurensius Alam Sutera, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), saat ditemui Sabtu (17/4/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]
Firda Silvina, pegawai muslim yang bertugas sebagai petugas kebersihan di Gereja Santo Laurensius Alam Sutera, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), saat ditemui Sabtu (17/4/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

 

Silvi dalam waktu normal bekerja dari sekira pukul 07.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Sejak adanya pandemi Covid-19, dia dan para pegawai lainnya bisa pulang lebih awal pukul 14.00 WIB.

Untuk melaksanakan sholat dan tadarus Al-Quran, dia dan pegawai muslim lainnya diberi ruangan khusus. Hal itu lantaran tak bisa sembarang tempat di gereja bisa jadikan tempat sholat.

"Kalau misalnya aktivitas agama muslim di gereja itu nggak masalah. Kayak kita mau sholat, ngaji, dan lainnya boleh. Tapi tidak bisa disembarang tempat. Karena kita juga nggak bisa berdoa kalau ada tanda-tanda (salib) itu di sini. Jadi milih-milih tempat. Buat sholat kita dikasih satu ruangan khusus. Biasanya itu juga dipakai sama umat muslim lain yang berkegiatan di gereja. Bersih, nyaman juga," papar Silvi.

Silvi menceritakan awalnya sempat mengalami pergolakan batin. Dia tak menyangka akan bekerja di sebuah gereja.

Terlebih, ia belum pernah sama sekali masuk ke dalam gereja dan sehari-hari terbiasa berhijab. Sehingga, terasa aneh baginya ketika bekerja di tempat ibadah umat lain.

"Awalnya iya ada perasaan, kayak 'gue nggak pernah ke geraja. Karena tuntutan kerja gue harus ada di gereja'. Itu awal-awal mungkin sampai tiga bulan. Masih nggak nyangka dan nggak nyaman sih sebenarnya. Karena di sini berhubungan langsung sama umat non-muslim," tuturnya.

Silvi juga sempat mendapat ejekan dari temannya saat awal bekerja di Gereja Santo Laurensius. Namun ejekan itu tak dipedulikannya. Dia tetap bertahan.

"Kalau dari keluarga alhamdulillah aman. Dari teman kadang ada usilan-usilan atau ejekan. Tapi kembali lagi ke saya, saya kerja itu buat diri saya bukan buat mereka. Toh kalau ikutin apa kata mereka juga, mereka nggak biayain saya," tegasnya.

Cewek berkacamata itu juga mengaku, saat awal bekerja, hampir semua karyawan yang non-muslin dan umat yang akan beribadah bertanya lantaran merasa heran memakai hijab tapi bekerja di gereja.

"Hampir semua pada nanya, 'Kenapa kamu mau kerja di sini? Padahal pakai kerudung'. Saya jawab, 'karena saya muslim wajar kalau pakai hijab'. Gitu aja. Paling ada pertanyaan lain 'gimana kamu kerja di sini nyaman atau nggak?' Waktu awal hampir semua pada nanya," kata Silvi menirukan perkataan orang yang menanyainya.

 

Firdia Silvina, pekerja muslim yang bertugas sebagai petugas kebersihan di Gereja Santo Laurensius Alam Sutera, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), saat ditemui Sabtu (17/4/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]
Firda Silvina, pekerja muslim yang bertugas sebagai petugas kebersihan di Gereja Santo Laurensius Alam Sutera, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), saat ditemui Sabtu (17/4/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

 

Seiring berjalannya waktu, wanita berusia 23 tahun itu akhirnya mulai terbiasa. Mendapat sikap ramah dari karyawan lain, pastur hingga dewan paroki gereja, membuatnya betah bekerja.

"Tapi sekarang sudah nyaman kerja di sini. Karena karyawannya, pasturnya, dewan parokinya, semuanya. Di sini nggak ada yang beda-bedain kita muslim mereka katolik itu nggak ada seperti itu. Dari situ akhirnya mulai merasa nyaman," ucapnya sambil bersyukur.

Sebagai petugas kebersihan, Silvi bertugas membersihkan seluruh area bagian Gereja Santo Laurensius yang terbagi dalam tim. Dia pun sudah terbiasa membersihkan altar ibadah serta patung-patung yang ada di dalam gereja.

Pegawai muslim lainnya, Warsih mengatakan, menjalani puasa Ramadhan di lingkungan gereja tak jauh berbeda dengan di rumah. Tak ada larangan apapun. Aktivitas sholat dan mengaji tetap diperbolehkan.

Warsih sudah 7 tahun bekerja sebagai petugas kebersihan di gereja megah bak istana itu.

"Puasa di gereja biasa aja, karena emang sudah biasa. Nyaman-nyaman aja," katanya sambil memegang sapu lidi di halaman gereja.

Senada diungkapkan pegawai muslim lainnya, Ismail. Pria 50 tahun itu menuturkan, selama Ramadhan, pihak gereja memaklumi pegawaian yang dilakukan tidak terlalu ekstra.

"Seperti biasa aja di rumah, dalam lingkungan karyawan juga seperti keluarga, nggak ada perbedaan. Pihak gereja juga mengerti kita lagi puasa, sampai Romo-nya pun memahami kalau kita lagi puasa. Dia tak terlalu menekan pegawaian, kerjain aja semampunya," katanya usai memetik daun kemangi.

 

Ismail, pegawai muslim yang bertugas sebagai petugas kebersihan di Gereja Santo Laurensius Alam Sutera, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), saat ditemui Sabtu (17/4/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]
Ismail, pegawai muslim yang bertugas sebagai petugas kebersihan di Gereja Santo Laurensius Alam Sutera, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), saat ditemui Sabtu (17/4/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

 

Sama seperti Silvi, saat awal bekerja, Ismail sempat merasa canggung dan bingung. Lantaran lingkungan kerjanya merupakan tempat ibadah agama lain.

"Awalnya memang kita bingung. Karena saya muslim bekerja di lingkungan gereja. Saya melakukan ibadah selana Ramadhan juga bingung, takutnya ada salah paham bahwa masalah agama dibawa ke lingkungan gereja. Ternyata, nyatanya enggak seperti yang dibayangkan. Kita sama-sama mengetahui, kalau Ramadhan ya sama-sama menghargai," ungkapnya yang memakai ikat kepala dari kain sorban itu.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Paroki Gereja Katolik Santo Laurensius Tangsel, Fransiskus Hartapa menuturkan, pihaknya tidak pernah mempersoalkan aktivitas puasa yang dijalankan pegawai muslim di tempatnya.

"Untuk yang muslim ya enggak masalah, mereka tetap bisa menjalankan ibadahnya, sholat dan sebagainya secara bebas. Monggo, itu ibadah masing-masing. Bahkan kita saling mengingatkan kalau waktunya sholat dan waktu Jumatan pun di suruh Jumatan," katanya.

 

 
Gereja Santo Laurensius Alam Sutera, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Sabtu (17/4/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]
Gereja Santo Laurensius Alam Sutera, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Sabtu (17/4/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

 

Bahkan, kata Hartapa, menjelang Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran, biasanya ada beberapa umat yang membawa bingkisan THR dan memberikan kepada para pegawai muslim di sana.

"Sejak saya di sini pada 2007, kalau tiga minggu puasa itu biasanya banyak umat yang bawa bingkisan THR untuk para pegawai. Kalau saya perhatikan setiap tahunnya selalu begitu, kemungkinan tahun ini juga akan begitu," pungkasnya.

Kontributor : Wivy Hikmatullah

Diterbitkan di Berita

Dian Utoro Aji - detikNews Jepara - Sebuah masjid dan gereja saling berhadapan di Jepara, Jawa Tengah. Keduanya pun menjadi saksi bisu keharmonisan umat muslim dan kristiani di Jepara.

Masjid dan gereja tersebut berada di Desa Tempur Kecamatan Keling. Masjid itu bernama Nurul Hikmah dan Gereja Injili Tanah Jawa.

Untuk sampai di lokasi cukup jauh dari pusat kota Jepara. Jaraknya sekitar 50 kilometer atau sekitar 1 jam 32 menit. Belum lagi lokasi dari Kecamatan Keling menuju Desa Tempur cukup ekstrem dan menikung. Sebab letak Desa Tempur berada di lereng Gunung Muria.

Meski cukup ekstrim namun keindahan alam masih alami. Ditambah suasana pedesaan, menjadi daya tarik sendiri untuk datang ke Desa Tempur. Masjid dan gereja tersebut berada di Dukuh Pekoso Desa Tempur.

Pendeta gereja Injili Tanah Jawa Desa Tempur, Suwadi mengatakan kedua tempat ibadah tersebut dibangun terlebih dahulu gereja daripada bangunan masjid. Bangunan gereja didirikan sejak tahun 1988.

Suwadi mengatakan dulu sebelum ada gereja masyarakat kristiani menjalankan ibadah di rumah. Hingga akhir warga bergotong-royong mendirikan gereja di Desa Tempur. "Terus lama-lama ada renovasi gereja sampai sekarang itu. Dulunya di rumah tahun 1986," ungkapnya.

Sedangkan pembangunan masjid baru tahun 2003. Pengurus masjid tersebut adalah kakak kandung Suwadi bernama, Giran Hadi Sunaryo.

"Lokasi memang gereja dan masjid, yang masjid itu kan kakak saya. Masjid kakak saya, gereja adik, saya sendiri. Saudara kandung. Gereja yang dulu, tahun 2003 masjid nyusul," ungkap Suwadi.

Suwadi mengatakan selama ini meski lokasi bersebelahan justru rasa toleransi masyarakat cukup tinggi. Kedua umat islam dan kristiani bahkan saling bantu membantu.

"Masalah toleransi orang sini sangat bagus sampai sekarang. Andai kata gereja ada renovasi, umat muslim ya ikut bergotong-royong, ya tenaga ya nyumbang semen. Ya nanti kalau masjid bangun begitu juga, umat kristiani ya ikut andil masalah pembangunan juga," kata Suwadi.

Tidak hanya itu, saat perayaan hari besar pun kedua umat tersebut saling menghormati. Suwadi mencontohkan saat perayaan hari raya idul fitri, serambi masjid penuh sehingga pihak gereja menyediakan tempat.

"Kalau ada hari besar, misalnya saat Natal, gereja tidak muat, ya di serambi masjid. Kalau masjid ada lebaran, bisa di gereja," ucapnya.

Pengurus Masjid Nurul Hikmah, Abu Abdillah mengatakan kedua umat muslim dan kristiani di Desa Tempur saling bertoleransi. Menurutnya tidak pernah ada konflik meski lokasi masjid dan gereja bersebelahan.

"Ya di antaranya dua tempat ibadah ini ya saling toleransi, saling tolong menolong. Bantu membantu. Ya rukun-rukun saja, tidak saling berpendapat lain, kalau ada kerja bakti.

Misalkan masjid membangun, dari orang kristiani membantu tenaga, tapi sebaliknya kalau gereja membangun, dari umat islam juga saling membantu. Saling kerja samalah," kata Abu.

Abu menceritakan pernah suatu ketika perayaan besar umat islam dan kristiani bersamaan. Keduanya pun saling menghormati saat perayaan hari besar.

"Pernah hari raya dan Natal hampir sama. Itu di antara orang Islam bisa menjaga diri jangan sampai menganggu, kristiani juga jangan menganggu agama lain. Saling menghormati," ucapnya.

Kades Tempur, Mariyono menuturkan Desa Tempur termasuk desa yang memiliki rasa toleransi tinggi. Di desa tersebut mayoritas beragama Islam. Meskipun perbedaan keyakinan namun bisa hidup secara berdampingan.

"Tempur termasuk desa toleransi sangat tinggi, karena di wilayah presentasi 98 persen adalah Islam. Dan sisanya Kristen," terang dia.

Menurutnya di Desa Tempur terdapat 3.575 jiwa dan ada enam dukuh. Masyarakat secara administrasi beragama Islam dan Kristen. Menurutnya selama ini tidak ada konflik di lingkungan masyarakat.

"Secara administrasi di kependudukan hanya dua, Islam dan Kristen. Di tempur ada enam dukuh. Jumlah jiwa saat ini 3.575 jiwa. Untuk sampai saat ini itu konflik tidak ada dengan latar belakang agama. Itu terbukti kami hidup berdampingan," pungkasnya.

(mbr/mbr)

Diterbitkan di Berita

BeritaHits.idSebuah video yang memperlihatkan aksi Ustaz Yahya Waloni komplain tentang kursi yang disediakan panitia saat sedang ceramah viral. Karena dinilai kurang pantas, tindakan Yahya Waloni saat ceramah itu pun dikritik warganet.

Dalam video bertajuk "Pesan Penting.!! Ustadz Yahya Waloni Menjelang Ramadhan 2021" yang diunggah di kanal Youtube zhinyal Islam (11/4/2021) tampak Yahya Waloni meminta pada panitia untuk mengganti kursi yang ia duduki. 

Ia menyebut kursi tersebut merupakan kursi gereja dan meminta panitia untuk menggantinya dengan kursi Islam.

"Eh, supaya cepat saya ceramah, begini. Ini (sambil mengetuk-ngetuk meja) meja ini, kayu jati meja ini," ujar Yahya sambil memperhatikan meja kayu di hadapannya. 

Baca Juga:Berbeda dengan Lainnya, Penganut Aboge Baru Mulai Puasa Pada Hari Rabu

"Mahal ini. Ini kayu jati. Angkat ini, kursi gereja ini. Ganti kursi Islam,” pintanya pada panitia acara.

Tak lama kemudian, tiga orang pria datang ke panggung. Mereka membawa sebuah kursi pengganti yang kemudian di letakkan di tengah sebagai tempat duduk Yahya Waloni. Sedangkan kursi yang disebut sebagai kursi gereja disingkirkan dari panggung.

 

Ustaz Yahya Waloni (Youtube)
Ustaz Yahya Waloni (Youtube)

 

Lebih lanjut Yahya menyebut bahwa kursi yang baru adalah kursi yang pas untuk ceramah, sedangkan kursi sebelumnya adalah kursi pemalas.

"Nah, ini baru kursi ceramah. Yang tadi itu kursi pemalas. Itu tadi kursi mau nikah. Itu, itu sana. Itu di gereja cocok, di masjid gak boleh," ucap Yahya Waloni, seperti dikutip BeritaHits.id. "Saya sudah lama pakai itu, malas," lanjutnya.
 
Bukan hanya di Youtube, pernyataan Yahya Waloni itu juga viral di Twitter. Banyak warganet mengecam apa yang disampaikan Yahya Waloni dalam ceramah tersebut.

"Kalau semisal keluar peraturan menteri agama soal kualifikasi pendakwah dan pemuka agama kayaknya ngga berlebihan deh ya...." tulis warganet dengan akun @ipurbay***.

"Sumpah yang kaya gini masih ada yang ngundang buat ceramah?" tulis warganet lain dengan akun @itnas***.

"Mohon maap nih yang kaya gini jangan disebut ulama, TUKANG CERAMAH!" tulis warganet dengan akun @sdns***.

"Dikasih standard gitu buat ulama, ada baiknya ya ada kualifikasinya. Soalnya makin kesini kok banyak ulama yang 'nyeleneh' dan jatohnya kurang bener gitu.. banyak yang intoleran juga, padahal Rasulullah aja toleran banget huhuhu takut banget ngetweet gini," tulis warganet lainnya.

Video selengkapnya dapat dilihat di sini.

 

https://www.youtube.com/watch?v=-s_XPb_Kqkw
 

 

Diterbitkan di Berita

Liputan6.com, Jakarta Polisi telah meringkus 31 terduga teroris yang terlibat aksi terorisme di Gereja Katedral, Makassar.

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan menerangkan, awalnya pada siang kemarin baru ada enam orang yang diringkus.

Namun pada menjelang Senin sore, Tim Densus 88 kembali meringkus satu orang terduga teroris di Makassar. Singga untuk hari itu ada tujuh orang.

"Hari Selasa pada tanggal 13 April 2021 jam 15.15 waktu setempat waktu Makassar, tim Densus kembali melakukan penangkapan terhadap satu tersangka teroris atas nama MY sehingga di hari Selasa kemarin tim Densus berhasil menangkap tujuh," ujarnya di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (14/4/2021).

Ahmad Ramadhan menuturkan, ketujuh terduga teroris masing-masing berinisial J, D, MS, S alias AL, W, S dan MY. 

Terafiliasi JAD

Menurutnya para terduga teroris ini semuanya masih berafiliasi jaringan teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Mereka diamankan di Makassar dan sekitarnya.

"Sehingga update sampai saat ini pasca bom bunuh diri di Gerja Katedral, Densus berhasil mengamankan 31 tersangka teroris di Makssar dan sekitarnya," pungkasnya.

Diterbitkan di Berita
Halaman 1 dari 2